Tuesday, August 19, 2008

Bangga


Kapan terakhir kalinya kamu pernah berbisik kepada dirimu sendiri “Wow! I am proud of myself and i really am happy about what i just did!” ? Beberapa hari yang lalu? Seminggu yang lalu? Tiga bulan yang lalu? Tahun lalu? Atau malah belum sedikitpun perasaan itu terlintas di pikiran kamu?

Saya sering merasa bangga dengan apa yang telah saya capai di hidup saya. Saya bangga bisa punya kesempatan untuk tampil di depan umum. Saya bangga bisa bicara depan orang banyak and have such an admiring public speaking skill. Saya bangga bisa sekolah diluar negeri yang notabene will cost fortune for one. Saya bangga bisa punya fashion sense; yang menurut orang-orang, oke dan gak norak.

Terkadang, kita sebagai manusia hanya merasa bangga dengan sesuatu yang besar. Sesuatu yang glamor, super dan mewah. Sesuatu yang pantas untuk dibanggakan. Sementara persoalan yang kita hadapi adalah tidak selalunya hal yang kita punya itu ‘patut’ untuk dibanggakan. Terkadang kita berpendapat kalau itu terlalu kecil, terlalu biasa, terlalu umum untuk dibanggakan.

Untuk sekali dalam hidup, saya pernah merasa bangga karena saya hidup. Bukan, bukan hidup dalam artian punya teman yang seru, uang yang lebih dari cukup atau pacar yang baik. Tapi hidup dalam arti harafiah, bahwa saya masih bisa bernafas, berjalan dan menggunakan kelima indera saya dengan sempurna. Sewaktu saya merasa bangga dengan itu, saya berpikir “Kenapa saya harus bangga?”. Lagi-lagi saya Cuma bisa melihat ke sekitar dan merefleksikan apa yang saya lihat.

Bukan Cuma kejanggalan sosial atau gejala-gejala hilangnya moral (masalah itu, saya Cuma bisa diam saja, karena toh itu kejanggalan sosial dan moral itu sudah menjadi sesuatu yang lumrah). Tapi saya melihat ke tatapan mata orang lain. Biasanya saya selalu melihat di mata teman-teman saya, tatapan mata kelelahan, capek hidup dan ketidak puasan akan hidup yang mereka jalani. Balik lagi, bangga akan hidup sendiri. Apa susahnya sih?

Pernah sekali, pertengkaran hebat terjadi diantara saya dengan ayah saya. Masalahnya apa, sepertinya nggak pantes untuk dibahas disini. Pada intinya, di antara perdebatan sengit itu, sempat keluar dari mulut saya, “Papa gak bisa nerima kan? Papa gak bisa ngebanggain aku lagi, papa ga bisa bangga dengan anaknya sendiri”. Kalau sekarang saya ingat-ingat kejadian itu lagi, jujur saja saya menyesal sekali. Rasanya susah percaya bahwa saya pernah menuduh ayah sendiri dengan bilang kalau dia tidak pernah bisa bangga dengan saya. Secara tidak langsung, itu adalah apa yang saya pikirkan dan rasakan. Berarti, bukan ayah saya yang tidak bangga dengan saya, melainkan saya sendiri yang tidak bangga dengan diri saya sendiri.

Kalau boleh saya merefleksikan diri saya lagi, rasa bangga itu mudah untuk didapat. Kadang-kadang hal yang sangat sederhana seperti saya masih bisa makan tiga kali sehari dengan sehat, bisa mendapat fasilitas hidup yang layak, atau bahkan saya masih mampu untuk jalan dan belajar dari hidup, bisa menjadi hal yang bisa dibanggakan.

Every single little tiny thing is something that you should be proud of regardless of whether it is legible or good enough to be one of your pride.

Singapore, 20th July 2008
F.A.P

No comments: